Makalah Cita Negara, Hukum Pancasila, Pembukaan, dan Penjelasan UUD 1945

Cita Negara, Hukum Pancasila, Pembukaan, dan Penjelasan UUD 1945

(Sumber Gambar: kristya-kembara.blogspot.com)


A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah
Dalam perspestif hukum tata negara, pembahasan mengenai konsep negara menjadi penting karena suatu konsep negara, suatu pandangan tentang negara, hakikat negara dan susunannya mempunyai pengaruh besar terhadap penafsiran aturan-aturan dasar di suatu negara. Pancasila merupakan norma dasar yang menjadi pandangan hidup bangsa Indonesia. Secara formal Pancasila dituangkan dalam Pembukaan UUD 1945. Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 dianggap sebagai norma dasar sekaligus sumber hukum positif bagi bangsa Indonesia.

2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat dirumuskan suatu permasalahan sebagai berikut:
a. Bagimana Cita Negara dalam UUD 1945?
b. Bagaimana Cita Hukum Pancasila, Pembukaan, dan Penjelasan UUD 1945?

B. CITA NEGARA (STAATSIDEE) DALAM UUD 1945

1. Pengertian Cita Negara (Staatsidee)
Kata cita negara ialah terjemahan kata staatsidee. Kata idee dapat diterjemahkan dengan cita. Cita ialah gagasan, rasa, cipta, pikiran. Menurut Oppenheim, cita negara yaitu hakikat yang paling dalam dari negara (de staats diepstewezen), sebagai kekuatan yang membentuk negara (de statenvormende kraccht). Elemen kunci dari teorinya adalah bahwa kepentingan umum akan selalu mendahului kepentingan individu dan kelompok. Dari pendapat tesebut dapat disimpulkan bahwa cita negara ialah hakikat negara yang paling dalam yang dapat memberi bentuk pada negara atau hakikat negara yang menetapkan bentuk negara.
Pengertian staatsidee merupakan pengertian penting dalam pendekatan positivis terhadap hukum konstitusional. Menurut doktrin ini, negara merupakan sebuah herarki hukum (yang dinamakan norma-norma hukum) dimana puncaknya disebut staasidee (grundnorm, staatsfundamentalnorm, atau norma dasar).
Menurut Nawiasky isi norma dasar ialah norma yang merupakan dasar (landasan dasar filosofis) bagi pembentukan konstitusi termasuk norma perubahannya. Hakekat hukum suatu norma dasar ialah syarat bagi berlakunya suatu konstitusi. Ia ada terlebih dahulu sebelum adanya konstitusi.

2. Macam-macam Cita Negara
Menurut Soepomo dalam pidatonya di depan sidang BPUPKI tanggal 31 Mei 1945 ada tiga teori atau aliran tentang negara. Pertama, teori perseorangan (individualistis). Menurut aliran ini negara ialah masyarakat hukum yang disusun atas kontraknya antara seluruh orang dalam masyarakat itu. Kedua, teori golongan dari negara (class theory). Negara dianggap sebagai alat dari sesuatu klasee untuk menindas klasee lain. Ketiga, teori integralistik. Menurut aliran ini, negara ialah tidak untuk menjamin kepentingan seseorang atau golongan, tetapi menjamin kepentingan rakyat seluruhnya sebagai persatuan. Aschaper, merinci cita negara menjadi delapan macam yaitu: 1) Negara Kekuasaan; 2) Negara berdasarkan atas Hukum; 3) Negara Kerakyatan; 4) Negara Kelas; 5) Negara Liberal; 6) Negara Totaliter Kanan; 7) Negara Totaliter Kiri; 8) Negara Kemakmuran.

3. Pembahasan Cita Negara di BPUPKI
Asas kekeluargaan atau paham Negara Integralistik dilansir pertama kali di Indoneisa oleh Soepomo dalam sidang BPUPKI, tanggal 31 Mei 1945. Menurut pikiran ini, negara bukan dimaksudkan untuk menjamin kepentingan seseorang atau golongan melainkan dimaksudkan untuk menjamin kepentingan rakyat seluruhnya sebagai persatuan. Yang terpenting dalam aliran ini ialah penghidupan bangsa seluruhnya. Selanjutnya Soepomo sejumlah unsur totaliter atau integralistik asli indonesia, terutama menyangkut hubungan antara pimpinan dengan rakyat. Para pejabat negara ialah pimpinan yang bersatu jiwa dengan rakyat dan negara, pejabat negara senatiasa wajib memegang teguh persatuan dan keseimbangan dalam masyarakatnya. Kepala rakyat senantiasa memperhatikan gerak gerik dalam masyarakatnya dan untuk maksud itu senantiasa bermusyawarah dengan rakyatnya agar seluruh pertalian batin antara pimpinan dan rakyat senatiasa terpelihara. Konskuensinya, khususnya terhadap bentuk/susunan pemerintahan. Menurut Soepomo apapun bentuk pemerintahan (monarki atau republik) dan pimpinan apa saja (presiden atau raja), yang penting pimpinan harus bersatu jiwa dengan rakyatnya oleh sebab itu harus dibentuk sistem badan permusyawaratan diamana Kepala negara akan terus bergaul dengan badan permusyawaratan supaya senantiasa mengetahui merasakan rasa keadilan rakyat dan cita-cita rakyat.

Pada tanggal 1 Juni 1945, Soekarno menyampaikan pidatonya yang sangat terkenal, “Pantja Sila”, dimana rumusannya dapat dijadikan landasan filsafat untuk negara yang mereka (staatsidee). Lima sila Soekarno, Kebangsaan, Internasionalisme atau Peri Kemanusiaan, Musyawarah dan Perwakilan, Kesejahteraan Sosial, dan Ketuhanan. Jika dianggap perlu, kata Soekarno, prinsip-prinsip itu dapat diperas menjadi tiga prinsip: Sosio-Nasionalisme, Sosio-Demokrasi, dan Ketuhanan. Jika masih merasa tidak puas prinsip tersebut dapat diperas lagi menjadi satu prinsip, “Gotong Royong”, yang artinya saling menolong, komotmen “semua untuk semua”. Pada tanggal 11 Juli 1945 Soepomo menanggalkan negara integralistiknya, ketika itu beliau menerima saran dari Soekarno dan anggota Panitia Penyusun UUD lainya, agar UUD berdasar Preambule UUD yang sudah diterima sidang pleno yakni Piagam Jakarta.

Pada tanggal 13 Juli 1945, Soepomo yang ditunjuk menjadi ketua Panitia Kecil Perancang UUD menguraikan Dasar-dasar Rancangan UUD di depan Panitia Perancang UUD antara lain, mengamukakan tentang kedaulatan rakyat yang dilakukan oleh Badan Permusyawaratan Rakyat, dalam pembentukan Undang-undang Presiden harus semufakat dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Selain itu, atas dasar sistem yang digunakan dalam UUD, maka hak-hak dasar tidak dimasukan dalam UUD. Pendapat tersebut ditanggapi Bung Hatta, ia berpendapat ada baiknya dalam salah satu pasal disebut juga hak yang sudah diberikan kepada tiap Warga Negara Indonesia itu , seperti hak untuk mengeluarkan suara, berkumpul dan bersidang atau menulis dan lain-lain. Hal tersebut direalisasikan dalam Pasal 28 UUD 1945.

4. Kritik Terhadap Gagasan “Staatside Integralistik” Soepomo
Catatan logemann tahun 1962 berisi kritik-kritiknya terhadap gagasan Soepomo tentang cita negara integralstik. Logeman mengatakan cita negara integralistik yang dikemukakan Soepomo pada hakikatnya tidak lain daripada cita negara organik. Logeman mempertanyakan, apakah mungkin struktur desa yang agraris dan sebagai autarkis itu dipindahtangankan kedalam struktur modern. Dalam mengemukakan gagasannya tentang Kepala Negara Indonesia yang mengandung persamaan dengan Kepala Desa sebagi orang pertama diantra sesamanya. Selanjutnya menurut Logemann, Soepomo dalam pidatonya tidak menyinggung tentang kedaulatan rakyat.

Kritik lain dikemukakan oleh Marsilam, menurutnya konsep negara intergralistik soepomo menganut unsur-unsur ajaran Hegel. Unsur-unsur itu ialah: 1) di bidang bentuk negara, Soepomo tidak keberatan negara Indonesia dipimpin oleh raja, dengan hak turun-temurun sekalipun; 2) di bidang kedaulatan rakyat, Soepomo tidak menjelaskan letak kedaulatan rakyat dalam konteks staatsidee-nya; 3) di bidang hak-hak warganegara, Soepomo juga menentang jaminan hak-hak dasar untuk dicantumkan dalam UUD.

C. CITA HUKUM PANCASILA, PEMBUKAAN DAN PENJELASAN UUD 1945

1. Cita Hukum (Rechtsidee) Pancasila
Koesnoe menyatakan bahwa cita hukum itu merupakan nilai hukum yang diramu dalam kesatuan dengan nilai-nilai lainnya, yang menunjukan pula sejauh mana fenomena kekuasaan terintgrasi padanya. Cita hukum itu meliputi segi formalnya, yaitu sebagai suatu wadah nilai-nilai hukum. Segi material cita hukum adalah sebagai nilai hukum yang telah diramu dalam satu kesatuan dengan nilai-nilai, fenomena kekuasaan, menurut cita rasa budaya masyarakat yang bersangkutan.

Cita hukum bangsa Indonesia berakar dalam Pancasila. Pancasila adalah pandangan hidup bangsa Indonesia yang mengungkapkan pandangan bangsa Indonesia tentang hubungan antara manusia dan Tuhan, manusia dan sesama manusia serta manusia dan alam semesta yang berintikan keyakinan tentang tempat manusia individual di dalam masyarakat dan alam semesta. Secara formal Pancasila dicantumkan dalam pembukaan UUD 1945, khususnya dalam rumusan lima dasar kefilsafatan menegara, dan dijabarkan lebih lanjut dalam Pasal-Pasal UUD tersebut. Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 dianggap sebagai norma dasar, sebagai sumber hukum positif. Rumusan hukum dasar terdapat pada Pasal-Pasal UUD 1945 adalah pancaran dari norma yang ada dalam Pembukaan UUD 1945 dan Pancasila. Penjelasan UUD 1945 sendiri juga telah mengutarakan hal yang serupa, walaupun tidak menggunakan istilah norma dasar, melainkan dengan menyebutnya sebagai cita-cita hukum yang terwujud dari Pembukaan UUD 1945.

2. Pembukaan UUD 1945
Dalam sidang tahunan MPR RI Tahun 1999 ada kesepakatan yang dicapai dalam melakukan perubahan UUD 1945, antara lain tidak mengubah Pembukaan UUD 1945, karena hal itu dipandang sudah final. Kesepakatan untuk mempertahankan Pembukaan itu sebenarnya adalah salah satu dari alasan utama dibalik keputusan fraksi-fraksi MPR untuk hanya mengubah UUD 1945. Hal ini bertalian dengan fakta bahwa pembukaan tidak hanya berisi pernyataan kemerdekaan, tetapi juga memuat Pancasila, Ideologi negara pemersatu bangsa.

Menurut kajian Komisi Konstitusi, kesepakatan MPR untuk mempertahankan Pembukaan bukan sekedar didukung oleh kesepakatan nasional, namun mendapatkan pembenaran dari hal-hal sebagai berikut:

a. Nilai dan Norma Dasar Negara (Staatsfundamentalnorm)
Pembukaan UUD 1945 sangat terkait dengan peristiwa Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 sebagai perjanjian luhur. Kemerdekaan merupakan pintu gerbang kemerdekaan republik Indonesia sebagai negara berdaulat. Lebih dari itu, wujud konkrit Proklamasi secara historis terkait dengan Piagam Jakarta. Mengabadikan nilai-nilai terpuji bangsa juga dapat menjadi tali batin masyarakat indonesia untuk memelihara persatuan dan kesatuan.

b. Visi dan Misi Negara
Kehendak untuk tidak melakukan perubahan terhadap pembukaan sesungguhnya dikaitkan dengan dasar dan tujuan berdirinya NKRI. Tujuan tersebut mencakup juridiksi nasional maupun dimensi internasional. Tujuan juridiksi nasional tidak saja terbatas dalam memisahan kekuasaan antar lembaga negara. Akan tetapi, hendaknya dapat diarahkan pada upaya-upaya konkret untuk melindungi dan mensejahterakan segenap warganegara. Tujuan negara dalam dimensi internasional sertuang dalam sikap suatu negara untuk mematuhi ketentuan hukum internasional dan perdamaian dunia.

c. Dasar dan Filsafat Negara (Filosofische Grondslag)
Pancasila sebagai dasar filsafat negara befungsi sebagai pengarah dan pemelihara komitmen kebersamaan, dan persatuan masyarakat Indonesia. Pancaila sebagai acuan dasar dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

d. Cita Hukum (Rechtsidee)
Pembukaan mengandung cita hukum dan merupakan hukum tertinggi yang tidak saja mengandung prinsip-prinsip hukum fundamental, norma-norma dasar. Dengan demikian sebagai sumber hukum tertinggi ia menjadi acuan yuridis bagi ketentuan hukum yang secara hierarkis berada dibawah UUD.

3. Pokok-pokok Pikiran Pembukaan UUD 1945
Alenia pertama, menegaskan keyakinan bangsa Indoneisa bahwa kemerdekaan itu adalah hak asasi segala bangsa dan karena itu segala bentuk penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan. Alenia kedua, mengambarkan proses perjuangan bangsa Indonesia yang panjang dan penuh penderitaan yang akhirnya berhasil mengantarkan bangsa Indoneisa kedepan pintu gerbang kemerdekaan. Alenia ketiga, terkait dengan Proklamasi yang dialamnya memuat pernyataan kemerdekaan Indoneisa sebagai rahmat atau pemberian Tuhan. Alenia keempat, menentukan dengan jelas mengenai tujuan negara, dasar negara Indonesia sebagai negara yang menganut prinsip demokrasi konstitusional, bangunan negara yang hendak dibentuk, dan Dasar Negara atau Pancasila.

4. Kaitan antara Pembukaan dengan Batang Tubuh (Pasal-pasal)
Pembukaan dan Batang tubuh UUD 1945 mempunyai hubungan yang erat dan pada hakikatnya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. UUD 1945 terdiri dari rangkaian pasal-pasal yang merupakan perwujudan dari pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD (nilai-nilai pancasila).

5. Penjelasan UUD 1945
Ada dua pendapat tentang Penjelasan UUD 1945. Pertama, UUD 1945 terdiri dari Pembukaan, Batang tubuh dan Penjelasan (Penjelasan UUD 1945 merupakan bagian resmi yang dan tak terpisahkan dari UUD 1945). Kedua, UUD terdiri dari Pembukaan dan Batang Tubuh saja, sedangka Penjelasan UUD 1945 bukanlah merupakan bagian resmi UUD 1945. Pendapat pertama, didasarkan atas Ketetapan MPRS No.XX Tahun 1966 yang secara tersirat menyatakan bahwa UUD 1945 terdiri atas: Pembukaan, Batang tubuh dan Penjelasan UUD 1945 yang merupakan Penjelasan autentik. Dalam berbagai hal Penjelasan mengandung muatan yang tidak konsisten dengan batang tubuh, dan memuat pula keterangan-keterangan yang semestinya menjadi materi muatan Batang tubuh maka PAH III badan pekerja MPR akhirnya menyepakati dalam melakukan Amandemen UUD 1945, Penjelasan UUD 1945 ditiadakan, hal-hal normatif dalam bagian Penjelasan diangkat ke dalam pasal-pasal. Sedangkan pendapat kedua didasarkan atas Pasal II aturan peralihan UUD Negara Republik Indonesia menyatakan: “Dengan ditetapkanya perubahan UUD ini, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia terdiri atas Pembukaan dan Pasal-pasal.

D. KESIMPULAN

Dari uraian di atas dapat disimpulakan bahwa, staatsidee atau norma dasar merupaka ladasan filosofis bagi pembentukan konstitusi suatu negara. Pancasila merupakan norma dasar yang dijadikan sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia sekaligus mengungkapkan pandangan bangsa Indonesia tentang hubungan antara manusia dan Tuhan, manusia dan sesama manusia serta manusia dan alam semesta yang berintikan keyakinan tentang tempat manusia individual di dalam masyarakat dan alam semesta. Secara formal Pancasila dicantumkan dalam pembukaan UUD 1945.

Pembukaan UUD 1945 merupakan pokok kaidah fundamental Negara RI dan mempunyai kedudukan tetap terlekat pada kelangsungan Negara RI atas Proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, oleh karenanya maka Pembukaan UUD 1945 tidak dapat diubah melalui jalan hukum.

Sumber rujukan atau Daftar Pustaka dapat dilihat pada Sumber RujukanCita Negara, Hukum Pancasila, Pembukaan, dan Penjelasan UUD 1945

0 Response to "Makalah Cita Negara, Hukum Pancasila, Pembukaan, dan Penjelasan UUD 1945"

Posting Komentar