Konsep Negara Hukum dan Kesesatan Kaum Fundis Memahami HAM

Konsep Negara Hukum dan Kesesatan Kaum Fundis Memahami HAM
Ilustrasi : feelinbali.blogspot
Konsep Negara Hukum dan Kesesatan Kaum Fundis Memahami HAM | Dialektika mengenai konsep negara hukum (rechtsstaat) selama ratusan tahun, sejak era Yunani kuno hingga abad ke-21, melahirkan satu kesimpulan penting. Bahwa, konsep negara hukum ditandai oleh empat unsur pokok, yakni (1) perlindungan hak asasi manusia, (2) pembagian kekuasaan, (3) pemerintahan berdasarkan undang-undang, dan (4) peradilan tata usaha negara.

Dialektika demikian tergambar dari karya-karya Plato (429-347 SM), Aristoteles (384-322 SM), Imanuel Kant (1724-1804), Paul Laband (1838-1918), Julius Stahl (1802-1861), J.G. Fichte (1762-1814), hingga Jimly Asshiddiqie. Terutama untuk tradisi pemikiran hukum Eropa Kontinental.

Hal yang lebih kurang sama dengan hasil dialektika pemikiran politik ketatanegaraan dalam tradisi hukum common law system. Dalam tradisi common law system, padanan istilah rechsstaat adalah the rule of law atau legal state atau state according to law. Menurut A.V. Dicey (1835-1922), ciri-ciri dari the rule of law adalah: (1) supremacy of law, (2) equality before the law, dan (3) the constitution based on individual rights.

Sementara itu, konsep negara hukum dalam tradisi pemikiran hukum Islam atau Nomokrasi Islam—istilah ‘nomokrasi Islam’ ini untuk membedakannya dengan theokrasi—juga mengenal konsep negara hukum seperti di atas.

Sebagai catatan kaki, dalam negara teokrasi yang memerintah adalah Tuhan atau manusia namun untuk dan atas nama Tuhan. Sementara dalam nomokrasi Islam yang memerintah tetap manusia, dengan panduan hukum Islam khususnya dalam Alquran dan Sunnah.

Pemikiran Ibnu Khaldun (1332-1406), atau Malcolmb H. Kerr (1931-1984), seorang ahli Timur Tengah khususnya Arab yang kesohor, pada intinya merinci ciri nomokrasi Islam sebagai berikut: (1) prinsip kekuasaan sebagai amanah, (2) prinsip musyawarah, (3) prinsip keadilan, (4) prinsip persamaan, (5) prinsip pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia, (6) prinsip peradilan bebas, (7) prinsip perdamaian, (8) prinsip kesejahteraan, dan (9) prinsip ketaatan rakyat. (Humaira, “Konsep Negara Hukum Menurut Syariah Islam”, 4iral0tus.blogspot.com)

Terlihat, bahwa konsep ‘hak asasi manusia’ (HAM) terdapat dalam sistem hukum baik Eropa Kontinental, common law system, maupun nomokrasi Islam. Dengan demikian, konsep HAM merupakan salah satu ciri negara hukum yang universal sifatnya.

Karena itulah tak sedikit pemikir politik dan hukum menyatakan, tanpa adanya perlindungan HAM terhadap warga negara, maka hakikatnya tak ada negara hukum. Yang ada adalah negara kekuasaan (machtsstaat). Perlindungan HAM adalah inti dari konsep negara hukum.

Contoh kongkritnya begini. Bagaimana cara menyelesaikan perampasan nyawa warga negara oleh aparatur negara secara sewenang-wenang, sistematis, terstruktur dan melanggar hukum.

Satu-satunya cara untuk menyelesaikannya adalah, dengan melembagakan konsep perlindungan HAM bagi warga negara hubungannya dengan kekuasaan negara. Dalam contoh di atas, misalnya, negara cq. aparatnya dapat dikategorikan telah melanggar HAM warganya dan dapat diajukan ke pengadilan.

Begitu juga saat negara membiarkan perampasan kebebasan beragama suatu komunitas agama tertentu, yang kebetulan minoritas. Nah, bagaimana cara meminta pertanggung jawaban negara cq. aparaturnya dalam keadaan demikian, terutama secara pidana. Tentu saja dengan melembagakan konsep perlindungan HAM.

Dalam contoh di atas, aparatur negara yang bertanggung jawab melindungi HAM kebebasan beragama warganya, namun tak melakukan tugasnya, dapat dikualifikasi sebagai melanggar HAM. Dan masih banyak contoh-contoh lainnya.

Karena itu, konsep HAM bukan semata produk barat seperti dipropagandakan kalangan fundis, fanatik, puritan dan kecanduan agama. Dalam hubungan ini, kebetulan saja karya-karya ilmiah banyak dibukukan oleh sarjana-sarjana barat. Juga, karena pelembagaan konsep HAM lebih menonjol di negara-negara barat, yang kemudian diikuti oleh negara-negara berkembang lainnya. Dalam tradisi pemikiran islam juga dikenal konsep HAM.

Aneh sekali melihat kaum fundis, fanatik, puritan dan kecanduan agama mempropagandakan HAM sebagai produk negara kafir atau thogut. Sebagaimana mereka menyebut hal yang sama (thogut) terhadap Pancasila. Dimana HAM dan Pancasila dipandang sebagai sesembahan selain Allah. Thogut.

Makin aneh lagi jika mereka menjelek-jelekan HAM namun pada saat yang sama mereka menikmati HAM khususnya kebebasan menyatakan pikiran baik lisan maupun tulisan, yang dijamin oleh konstitusi negara. Inilah yang dilakukan kaum fundis seperti Abu Bakar Basyir Cs, misalnya.

Tiada kekhawatiran paling mendalam bagi warga yang mengerti politik dan hukum kecuali jika propaganda pelemahan perlindungan HAM oleh kaum fundis demikian diamini oleh aparatur negara. Negara, dengan demikian, merasa tak punya tanggung jawab atau melepas tanggung jawab untuk menghormati (to respect), melindungi (to protect), dan memenuhi (to fulfill) HAM setiap penduduk atau warga negara.

Konstitusi Indonesia (UUD 1945), UU No 39/1999 tentang HAM, dan konvensi-konvensi Internasional tentang perlindungan HAM, pada intinya memposisikan negara melalui aparat pemerintah sebagai pihak yang diwajibkan untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi HAM warga negara atau penduduk di suatu negara.

Demikian pembahasan kita mengenai Konsep Negara Hukum dan Kesesatan Kaum Fundis Memahami HAM, semoga bermanfaat.

Sumber : http://polhukam.kompasiana.com/hukum/2013/05/31/konsep-negara-hukum-dan-kesesatan-kaum-fundis-memahami-ham-564588.html

0 Response to "Konsep Negara Hukum dan Kesesatan Kaum Fundis Memahami HAM"

Posting Komentar